Metode Transaksional Analisis
Teori analisis transaksional merupakan karya besar Eric Berne
(1964), yang ditulisnya dalam buku Games People Play. Berne adalah
seorang ahli ilmu jiwa terkenal dari kelompok Humanisme. Teori analisis
transaksional merupakan teori terapi yang sangat populer dan digunakan dalam
konsultasi pada hampir semua bidang ilmu-ilmu perilaku. Teori analisis
transaksional telah menjadi salah satu teori komunikasi antarpribadi yang
mendasar. Kata transaksi selalu mengacu pada proses pertukaran dalam suatu
hubungan. Dalam komunikasi antarpribadi pun dikenal transaksi. Yang
dipertukarkan adalah pesan-pesan baik verbal maupun nonverbal. Analisis
transaksional sebenarnya bertujuan untuk mengkaji secara mendalam proses
transaksi (siapa-siapa yang terlibat di dalamnya dan pesan apa yang
dipertukarkan).
Dalam diri setiap manusia, seperti yang dinyatakan Collins
(dalam abubakar baraja 2004), memiliki tiga status ego. Sikap dasar ego yang
mengacu pada:
- · Sikap orangtua (Parent = P, Exteropsychic);
- · Sikap orang dewasa (Adult = A, Neopsychic);
- · Ego anak (Child = C, Arheopsychic).
Ketiga sikap tersebut dimiliki setiap orang (baik dewasa,
anak-anak, maupun orangtua). Sikap orangtua yang diwakili dalam perilaku dapat
terlihat dan terdengar dari tindakan maupun tutur kata ataupun ucapan-ucapannya.
Seperti tindakan menasihati orang lain, memberikan hiburan, menguatkan
perasaan, memberikan pertimbangan, membantu, melindungi, mendorong untuk
berbuat baik adalah sikap yang nurturing parent (NP).
Sebaliknya ada pula sikap orang tua yang suka menghardik, membentuk, menghukum,
berprasangka, melarang, semuanya disebut dengan sikap yang critical
parent (CP). Setiap orang juga menurut Berne memiliki sikap orang
dewasa. Sikap orang dewasa umumnya pragmatis dan realitas. Mengambil
kesimpulan, keputusan berdasarkan fakta-fakta yang ada. Suka bertanya, mencari
atau menunjukkan fakta-fakta, bersifat rasional dan tidak emosional, bersifat
objektif dan sebagainya. Sikap lain yang dimiliki juga adalah sikap anak-anak.
Dibedakan antara natural child (NC) yang ditunjukkan dalam
sikap ingin tahu, berkhayal, kreatif, memberontak. Sebaliknya yang bersifat adapted
child (AC) adalah mengeluh, ngambek, suka pamer, dan bermanja diri.
Ketiga sikap itu ibarat rekaman yang selalu diputar-putar bagai piringan hitam
dan terus bernyanyi berulang-ulang di saat dikehendaki dan dimungkinkan.
Karenanya maka sering anda berkata : si sigmund sangat dewasa; si frankl
kekanak-kanakan; atau si rogers sok tua, mengajari/menggurui.
Berne mengajukan empat cara mengetahui sikap ego yang dimiliki
setiap orang
1. Melihat tingkah laku nonverbal maupun verbal yang
digunakannya.
Tingkah laku nonverbal tersebut pada umumnya sama namun dapat
dibedakan kode-kode simbolnya pada setiap orang sesuai dengan budaya yang
melingkupinya. Disamping nonverbal juga melalui verbal, misalnya pilihan kata.
Seringkali (umumnya) tingkah laku melalui komunikasi verbal dan nonverbal
berbarengan
2. Mengamati bagaimana sikap seseorang ketika bergaul dengan
orang lain.
Dominasi satu sikap dapat dilihat kalau Pulan sangat menggurui
orang lain maka sigmund sangat dikuasai oleh P dalam hal ini critical
parent. Si frankl suka ngambek maka ia dikuasai oleh sikap anak. Si rogers
suka bertanya dan mencari fakta-fakta atau latar belakang suatu kejadian maka
ia dikuasai oieh sikap dewasa.
3. Mengingat kembali keadaan dirinya sewaktu masih kecil
Hal demikian dapat terlihat misalnya dalam ungkapan : buah
jatuh tidak jauh dari pohonnya. Cara berbicara, gerak-gerik nonverbal mengikuti
cara yang dilakukan ayah dan ibunya yang anda kenaI. 4. Mengecek perasaan diri
sendiri, perasaan setiap orang muncul pada konteks, tempat tertentu yang sangat
mempengaruhi apakah lebih banyak sikap orang tua, dewasa, ataupun anak-anak
sangat menguasai mempengaruhi seseorang.
Berne juga mengemukakan terdapat beberapa faktor yang
menghambat terlaksananya transaksi antarpribadi, atau keseimbangan ego sebagai
sikap yang dimiliki seseorang itu:
1. Kontaminasi (contamination)
Kontaminasi merupakan pengaruh yang kuat dari salah satu sikap
atau lebih terhadap seseorang sehingga orang itu “berkurang”
keseimbangannya.
2. Eksklusif (exclusive)
Penguasaan salah satu sikap atau lebih terlalu lama pada diri
seseorang. Misalnya sikap orang tua yang sangat mempengaruhi seseorang dalam satu
waktu yang lama sehingga orang itu terus menerus memberikan nasihat, melarang
perbuatan tertentu, mendorong dan menghardik.
Berne mengajukan tiga jenis transaksi antarpribadi
yaitu:
1. Transaksi komplementer
Jenis transaksi ini merupakan jenis terbaik dalam komunikasi
antarpribadi karena terjadi kesamaan makna terhadap pesan yang mereka
pertukarkan, pesan yang satu dilengkapi oleh pesan yang lain meskipun dalam
jenis sikap ego yang berbeda. Transaksi komplementer terjadi antara dua sikap
yang sama, sikap dewasa. Transaksi terjadi antara dua sikap yang berbeda namun
komplementer. Kedua sikap itu adalah sikap orang tua dan sikap anak-anak.
Komunikasi antarpribadi dapat dilanjutkan manakala terjadi transaksi yang
bersifat komplementer karena di antara mereka dapat memahami pesan yang sama
dalam suatu makna.
2. Transaksi silang
Terjadi manakala pesan yang dikirimkan komunikator tidak
mendapat respons sewajarnya dari komunikan. Akibat dari transaksi silang adalah
terputusnya komunikasi antarpribadi karena kesalahan dalam memberikan makna
pesan. Komunikator tidak menghendaki jawaban demikian, terjadi kesalahpahaman
sehingga kadang-kadang orang beralih ke tema pembicaraan lain.
3. Transaksi tersembunyi
Jika terjadi campuran beberapa sikap di antara komunikator
dengan komunikan sehingga salah satu sikap menyembunyikan sikap yang lainnya.
Sikap tersembunyi ini sebenarnya yang ingin mendapatkan respons tetapi
ditanggap lain oleh si penerima. Bentuk-bentuk transaksi tersembunyi bisa
terjadi jika ada 3 atau 4 sikap dasar dari mereka yang terlibat dalam
komunikasi antarpribadi namun yang diungkapkan hanya 2 sikap saja sedangkan 1
atau 2 lainnya tersembunyi.
Jika terjadi 3 sikap dasar sedangkan yang lainnya disembunyikan
maka transaksi itu disebut transaksi tersembunyi 1 segi (angular). Kalau yang
terjadi ada 4 sikap dasar dan yang disembunyikan 2 sikap dasar disebut dengan
dupleks.
Berne juga mengajukan rekomendasinya untuk posisi dasar
seseorang jika berkomunikasi antarpribadi secara efektif dengan orang
lain.
Ada empat posisi yaitu :
1. Saya OK, kamu OK (I’m OK., you’re OK)
2. Saya OK, kamu tidak OK (I’m OK, you’re not OK)
3. Saya tidak OK, kamu OK (I’m not OK, yo/ire OK)
4.
Saya tidak OK, kamu tidak OK (I’m not OK, you’re not OK).
TEKNIK DAN PROSEDUR TERAPI
Untuk melakukan terapi dengan pendekatan analisis transaksional menurut Haris dalam Corey (1988) treatment individu-individu dalam kelompok adalah memilih analisis-analisis transaksional, menurutnya fase permualaan analisis transaksional sebagai suatu proses mengajar dan belajar serta meletakan pada peran didaktik terapis kelompok.
Prosedur pada analisis transaksional dikombinasikan dengan terapi Gestalt, seperti yang dikemukakan oleh James dan Jongeward (1971) dalam Corey (1988), dia menggabungkan konsep dan prosedur analisis transaksional dengan eksperimen Gestalt, dengan kombinasi tersebut hasil yang diperoleh dapat lebih efektif untuk mencapai kesadaran diri dan otonom. Sedangkan teknik-teknik yang dapat dipilih dan diterapkan dalam analisis transaksional, yaitu;
1. Analisis struktural, para klien akan belajar bagaimana mengenali ketiga perwakilan ego-nya, ini dapat membantu klien untuk mengubah pola-pola yang dirasakan dapat menghambat dan membantu konseli untuk menemukan perwakilan ego yang dianggap sebagai landasan tingkah lakunya, sehingga dapat melihat pilihan-pilihan.
2. Metode-metode didaktik, analisis transaksional menekankan pada domain kognitif, prosedur belajar-mengajar menjadi prosedur dasar dalam terapi ini.
3. Analisis transaksional, adalah penjabaran dari yang dilakukan orang-orang terhadap satu sama lain, sesuatu yang terjadi diantara orang-orang melibatkan suatu transaksi diantara perwakilan ego mereka, dimana saat pesan disampaikan diharapkan ada respon. Ada tiga tipe transaksi yaitu; komplementer, menyilang, dan terselubung.
4. Permainan peran, prosedur-prosedur analisis transaksional dikombinasikan dengan teknik psikodrama dan permainan peran. Dalam terapi kelompok, situasi permainan peran dapat melibatkan para anggota lain. Seseorang anggota kelompok memainkan peran sebagai perwakilan ego yang menjadi sumber masalah bagi anggota lainnya, kemudian dia berbicara pada anggota tersebut. Bentuk permainan yang lain adalah permainan menonjolkan gaya-gaya yang khas dari ego Orang Tua yang konstan.
5. Analisis upacara, hiburan, dan permainan, analisis transaksional meliputi pengenalan terhadap upacara (ritual), hiburan, dan permainan yang digunakan dalam menyusun waktunya. Penyusunan waktu adalah bahan penting bagi diskusi dan pemeriksaan karena merefleksikan keputusan tentang bagaimana menjalankan transaksi dengan orang lain dan memperoleh perhatian.
6. Analisa skenario, kekurangan otonomi berhubungan dengan
keterikatan individu pada skenario atau rencana hidup yang ditetapkan pada usia
dini sebagai alat untuk memenuhi kebutuhannya di dunia sebagaimana terlihat
dari titik yang menguntungkan menurut posisi hidupnya. Skenario kehidupan, yang
didasarkan pada serangkaian keputusan dan adaptasi sangat mirip dengan
pementsan sandiwara.
PENGERTIAN TERAPI KELOMPOK
Terapi
kelompok adalah terapi yang dilakukan melalui sebuah kelompok namun memiliki
kegiatan yang terstruktur dan memberikan efek terapeutik bagi anggotanya. Efek
terapeutik yaitu kegiatan yang dilakukan dalam kelompok akan memberikan efek
terapi kepada masing-masing anggota. Mereka akan belajar untuk membuka diri
mereka, menceritakan masalah mereka, mendengar pendapat atau saran dari anggota
lain.
CARA MELAKUKAN TERAPI KELOMPOK
Langkah-langkah
yang dapat dilakukan dalam terapi kelompok adalah:
- Tahap Intake
Tahap
ini ditandai oleh adanya pengakuan dari klien mengenai masalahnya yang
mungkin tepat dipecahkan melalui terapi kelompok ataupun terapis juga dapat
menelaah situasi yang dialami klien. Tahap intake disebut juga
sebagai tahap kontrak antara terapis dengan klien, karena pada tahap ini
terdapat persetujuan dan komitmen antara terapis dan klien untuk melakukan
kegiatan-kegiatan perubahan tingkah laku melalui terapi kelompok.
- Tahap Assesmen dan Perencanaan Intervensi
Terapis
dan para anggota terapi (klien) mengidentifikasi permasalahan, tujuan-tujuan
kelompok serta merancang rencana tindakan pemecahan masalah. Pada tahap ini
juga dibahas tempat atau ruangan pelaksanaan terapi kelompok, frekuensi pertemuan,
lama pertemuan dan waktu yang dibutuhkan.
- Tahap Penyeleksian Anggota
Penyeleksian
anggota untuk membentuk suatu kelompok harus dilakukan terhadap orang-orang
yang paling mungkin mendapatkan manfaat dari keterlibatannya dalam kelompok. Dalam
pembentukan kelompok harus mempertimbangkan tipe permasalahan, persamaan
tujuan, persamaan jenis kelamin untuk masalah-masalah tertentu dan tingkatan
umur.
Minat
dan ketertarikan individu terhadap kelompok juga penting diperhatikan, karena
anggota yang memiliki perasaan positif terhadap kelompok akan terlibat dalam
berbagai kegiatan kelompok secara teratur.T
- Tahap Pengembangan Kelompok
Norma-norma,
harapan-harapan, nilai-nilai dan tujuan-tujuan kelompok akan muncul dalam tahap
ini sehingga dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh aktivitas serta relasi
yang berkembang dalam kelompok. Oleh karena itu, pada tahap ini terapis
memegang peranan penting untuk dapat membantu kelompok mencapai tujuan.
· >>> Taraf permulaan. Dalam langkah ini, terapis perlu membicarakan
apakah waktu yang telah ditentukan dan disepakati bersama itu tetap bisa
dilaksanakan, lalu menyampaikan bagaimana komunikasi antara anggota yang satu
dengan yang lainnya karena tiap anggota harus saling menghormati agar apabila
anggota yang satu sedang berbicara maka anggota yang lain dapat memperhatikan,
adanya keterbukaan antara anggota yang satu dengan yang lain serta dengan
terapis, lalu menyampaikan bagaimana komunikasi antara anggota kelompok dengan
terapis, serta adanya kesepakatan untuk menjaga kerahasiaan.
· >>> Mengembangkan dan memelihara situasi kelompok.
· >>> Melakukan diskusi, saling berbagi pendapat dan pengalaman,
serta memecahkan masalah
- Tahap Evaluasi dan Terminasi
Dalam
langkah ini terapis perlu melihat sejauh mana keberhasilan terapi kelompok yang
telah dijalankan melalui evaluasi. Berdasarkan hasil evaluasi, maka
dilakukanlah terminasi atau pengakhiran kelompok. Terminasi dilakukan
berdasakan pertimbangan dan alasan mengenai tujuan individu maupun kelompok
tercapai, waktu yang ditetapkan telah berakhir, kelompok gagal mencapai
tujuan-tujuannya, serta keberlanjutan kelompok dapat membahayakan satu atau
lebih anggota kelompok.
MANFAAT TERAPI KELOMPOK
- Dapat mengidentifikasi masalah bersama orang lain yang memiliki permasalahan yang sama.
- Dapat membantu klien untuk meningkatkan hubungan interpersonal dengan klien lain sehingga setiap dari mereka dapat saling mendukung
- Dapat membantu menghilangkan perasaan-perasaan terisolasi dalam diri klien
- Dapat membantu menghilangkan kecemasan-kecemasan yang dirasakan oleh klien
- Dapat mendorong klien untuk membicarakan perasaan-perasaan batinnya dengan sepenuh hati
- Dapat membantu klien untuk melepaskan ketegangan dalam diri yang telah dipendam
- Dapat meningkatkan klien untuk berpartisipasi serta bertukar pikiran dan masalah dengan orang lain.
KASUS-KASUS YANG DISELESAIKAN DALAM TERAPI KELOMPOK
Terapi
kelompok dapat menjadi terapi pilihan untuk orang yang masalahnya terutama
antarpribadi dan yang tidak mengalami gangguan psikiatrik utama. Terapi
kelompok juga baik untuk orang yang hanya memerlukan tempat dimana ia dapat
mencoba perilaku yang baru dan mempraktekkan keterampilan sosial yang baru.
Berikut kasus-kasusnya :
1.
Kecanduan alcohol, obat-obat terlarang dan rokok
2.
Kekerasan seksual
3.
Stress dalam menghadapi penyakit yang di derita
4.
Trauma
5.
Korban bullying
6.
Insomnia
7.
Permasalahan hubungan sosial
8.
Orang yang mengalami masalah emosional
9.
Siswa yang mengalami kesulitan belajar
Contoh
Kasus:
Alice,
54 tahun. Ketika keluarganya akhirnya membujuknya untuk berobat ke klinik
rehabilitasi alkohol. Ia jatuh terguling tangga kamar tidurnya saat dalam
keadaan mabuk, dan mungkin kejadian tersebut yang akhirnya membuatnya mengakui
bahwa ada yang salah dengan dirinya. Kebiasaan minumnya menjadi tidak
terkendali selama beberapa tahun terakhir. Ia mengawali hari dengan minum,
berlanjut sepanjang pagi, dan pada siang hari ia berada dalam kondisi mabuk
total. Ia jarang ingat tentang berbagai hal yang terjadi selepas tengah hari.
Sejak awal masa dewasa ia minum secara rutin, namun jarang pada siang hari dan
tidak pernah sampai mabuk. Kematian suaminya secara mendadak dalam sebuah
kecelakaan mobil dua tahun sebelumnya telah memicu peningkatan frekuensi
minumnya, dan dalam enam bulan kebiasaan minumnya telah berubah menjadi pola
penyalahgunaan alkohol yang parah. Ia tidak memiliki keinginan untuk keluar
rumah dan berhenti melakukan berbagai aktivitas sosial dengan keluarga dan
teman-temannya. Upaya yang berulang kali dilakukan keluarganya untuk membuatnya
membatasi konsumsi alkohol hanya memicu pertengkaran.
Terapi
yang cocok untuk kasus diatas adalah terapi kelompok. Dengan terapi kelompok
klien mendapat kesempatan untuk belajar cara berinteraksi sosial atau
bersosialisasi, yaitu memperkenalkan diri pada anggota kelompok, cara
berkenalan dengan orang lain, bercakap-cakap dengan orang lain, dan melakukan
kegiatan sehari-hari. Dengan melakukan kegiatan-kegiatan tersebut klien dilatih
untuk tidak menarik diri ataupun menghindar dan klien akan mampu melakukan
interaksi dengan orang lain.
Albert Ellis terkenal sebagai
pemikir dan pencetus rasional emotif terapi, sebuah bentuk terapi yang populer
dan banyak digunakan dalam proses konseling saat ini.
Albert Ellis dilahirkan pada
tahun 1913 di Pittsburgh, Amerika Syarikat. Pada saat mencetuskan teorinya, dia
mendapati bahwa teori psikoanalasis yang dipelopori oleh Freud tidak mendalam
dan adalah satu bentuk pemulihan yang tidak saintifik. Pada awal tahun 1955,
beliau telah menggabungkan terapi-terapi kemanusiaan, fisolofikal dan tingkah
laku dan dikenali sebagai teori
emosi-rasional (RET/ Rational
Emotive Therapy). Semenjak itu
beliau terkenal sebagai bapak kepada teori RET dan salah satu tokoh teori
tingkah laku kognitif.
Konsep-Konsep Utama
Terapi rasional emotif (TRE) adalah aliran
psikoterapi yang berlandaskan asumsi bahwa manusia dilahirkan dengan potensi,
baik untuk berpikir rasional dan jujur maupun untuk berpikir irasional dan
jahat. Manusia memiliki kecenderungan-kecenderungan untuk memelihara diri,
berbahagia, berpikir dan mengatakan, mencintai, bergabung dengan orang lain,
serta tumbuh dan mengaktualisasikan diri. Akan tetapi, manusia juga memiliki
kecenderungan-kecenderungan ke arah menghancurkan diri, menghindari pemikiran,
berlambat-lambat, menyesali kesalahan-kesalahan secara tak berkesudahan,
takhayul, intoleransi, perfeksionisme, dan mencela diri, serta menghindari
pertumbuhan dan aktualisasi diri.
Terapi rasional emotif
menegaskan bahwa manusia memiliki sumber-sumber yang tak terhingga bagi
aktualisasi potensi-potensi dirinya dan bisa mengubah ketentuan-ketentuan
pribadi dan masyarakat. Manusia dilahirkan dengan kecenderungan untuk
mendesakkan pemenuhan keinginan-keinginan, tuntutan-tuntutan, hasrat-hasrat,
dan kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Jika tidak segera mencapai apa yang
diinginkannya, manusia mempersalahkan dirinya sendiri ataupun orang lain.
TRE menekankan bahwa
manusia berpikir, beremosi, dan bertindak secara stimulan. Jarang manusia
beremosi tanpa berpikir, sebab perasaan- perasaan biasanya dicetuskan oleh
persepsi atas suatu situasi yang spesifik.
Menurut Allbert Ellis,
manusia bukanlah makhluk yang sepenuhnya ditentukan secara biologis dan
didorong oleh naluri-naluri. Ia melihat individu sebagai makhluk unik dan
memiliki kekuatan untuk memahami keterbatasan-keterbatasan, untuk mengubah
pandangan-pandangan dan nilai-nilai dasar yang telah diintroyeksikannya secara
tidak kritis pada masa kanak-kanak, dan untuk mengatasi
kecenderungan-kecenderungan menolak diri sendiri. Sebagai akibatnya, mereka
akan bertingkah laku berbeda dengan cara mereka bertingkah laku di masa lampau.
Jadi, karena bisa berpikir dan bertindak sampai menjadikan dirinya berubah,
mereka bukan korban-korban pengkondisian masa lampau yang pasif.
Unsur pokok terapi
rasional-emotif adalah asumsi bahwa berpikir dan emosi bukan dua proses yang
terpisah Menurut Ellis, pilaran dan emosi merupakan dua hal yang saling
bertumpang tindih, dan dalam prakteknya kedua hal itu saling terkait. Emosi
disebabkan dan dikendalikan oleh pikiran. Emosi adalah pikiran yang dialihkan
dan diprasangkakan sebagai suatu proses sikap dan kognitif yang intristik.
Pikiran-pikiran seseorang dapat menjadi emosi seseorang dan merasakan sesuatu
dalam situasi tertentu dapat menjadi pemikiran seseorang. Atau dengan kata
lain, pikiran mempengaruhi emosi dan sebaliknya emosi mempengarulu pikiran.
Pikiran seseorang dapat menjadi emosinya, dan emosi dalam keadaan tertentu
dapat berubah menjadi pikiran.
Pandangan yang penting
dari teori rasional-emotif adalah konsep hahwa banyak perilaku emosional
indiuidu yang berpangkal pada “self-talk:” atau “omong diri” atau internatisasi
kalimat-kalimat yaitu orang yang menyatakan kepada dirinya sendiri tentang
pikiran dan emosi yang bersifat negatif. Adanya orang-orang yang seperti itu,
menurut Eilis adalah karena: (1) terlalu bodoh untuk berpikir secara jelas, (2)
orangnya cerdas tetapi tidak tahu bagaimana berpikir secara cerdas tetapi tidak
tahu bagaimana herpikir secara jelas dalam hubungannya dengan keadaan emosi,
(3) orangnya cerdas dan cukup berpengetahuan tetapi terlalu neurotik untuk
menggunakan kecerdasan dan pengetahuan seeara memadai.
Terapi Rasional – Emotif dan
Teori Kepribadian
Neurosis adalah
pemikiran dan tingkah laku irasional. Gangguan-gangguan emosional berakar pada
masa kanak-kanak, tetapi dikekalkan melalui reindoktrinasi sekarang. Sistem
keyakinan adalah penyebab masalah-masalah emosional. Oleh karenanya, klien
ditantang untuk menguji kesahihan keyakinan-keyakinan tertentu. Metode ilmiah
diterapkan pada kehidupan sehari-hari.
Emosi-emosi adalah
produk pemikiran manusia. Jika kita berpikir buruk tentang sesuatu, maka kita
pun akan merasakan sesuatu itu sebagai hal yang buruk. Ellis menyatakan bahwa
“gangguan emosi pada dasarnya terdiri atas kalimat-kalimat atau arti-arti yang
keliru, tidak logis dan tidak bisa disahihkan, yang diyakini secara dogmatis
dan tanpa kritik terhadapnya, orang yang terganggu beremosi atau bertindak
sampai ia sendiri kalah”.
TRE berhipotesis bahwa
karena kita tumbuh dalam masyarakat, kita cenderung menjadi korban dari
gagasan-gagasan yang keliru, cenderung mendoktrinasi diri dari gagasan-gagasan
tersebut berulang-ulang dengan cara yang tidak dipikirkan dan autsugestif, dan
kita tetap mempertahankan gagasan-gagasan yang keliru dalam tingkah laku overt
kita. Beberapa gagasan irasional yang menonjol yang terus menerus
diinternalisasikan dan tanpa dapat dihindari mengakibatkan kesalahan diri.
Tujuan Terapeutik
Ellis menunjukkan bahwa banyak jalan yang digunakan dalam TRE yang diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu : ” meminimalkan pandangan yang mengalahkan diri dari klien dan membantu klien untuk memperoleh filsafat hidup yang lebih realistik”. Tujuan psikoterapis yang lebih baik adalah menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi diri merka telah dan masih merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialami oleh mereka.
Ringkasnya,
proses terapeutik terdiri atas penyembuhan irasionalitas dengan rasionalitas.
Karena individu pada dasarnya adalah makhluk rasional dan karena sumber
ketidakbhagiaannya adalah irasionalitas, maka individu bisa mencapai
kebahagiaan dengan belajar berpikir rasional. Proses terapi, karenanya sebagian
besar adalah proses belajar-mengajar. Menghapus pandangan hidup klien yang
mengalahkan diri dan membantu klien dalam memperoleh pandangan hidup yang lebih
toleran dan rasional.Tujuan dari Rational Emotive Theory adalah:
1.
Memperbaiki dan mengubah segala perilaku yang
irasional dan tidak logis menjadi rasional dan logis agar klien dapat
mengembangkan dirinya.
2.
Menghilangkan gangguan emosional yang merusak
3.
Untuk membangun Self Interest, Self Direction,
Tolerance, Acceptance of Uncertainty, Fleksibel, Commitment, Scientific
Thinking, Risk Taking, dan Self Acceptance Klien.
Teori A-B-C tentang Kepibadian
TRE
dimulai dengan ABC:
1.
Adalah activating experiences atau
pengalaman-pengalaman pemicu, seperti kesulitan-kesulitan keluarga,
kendala-kendala pekerjaan, trauma-trauma masa kecil, dan hal-hal lain yang kita
anggap sebagai penyebab ketidak bahagiaan.
2.
Adalah beliefs, yaitu keyakinan-keyakinan,
terutama yang bersifat irasional dan merusak diri sendiri yang merupakan sumber
ketidakbahagiaan kita.
3.
Adalah consequence, yaitu konsekuensi-konsekuensi
berupa gejala neurotik dan emosi-emosi negatif seperti panik, dendam dan amarah
karena depresi yang bersumber dari keyakinan-keyakinan kita yang keliru.
Pada
dasarnya, kita merasakan sebagaimana yang kita pikirkan. Maka, alangkah lebih
baiknya apabila kita selalu memiliki perasaan positif.
Tindakan palilng efisien untuk membantu
orang-orang dalam membuat perubahan-perubahan kepribadiannya adalah dengan
mengkonfrontasikan mereka secara langsung dengan filsafat hidup mereka sendiri,
menerangkan kepada mereka bagaimana cara berfikir secara logis, sehingga
mengajari mereka untuk mampu mengubah atau bahkan menghapuskan
keyakinan-keyakinan irasionalnya.
Ellis menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus melawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E) psikologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional.
Ellis menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus melawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E) psikologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional.
Dalam pelaksanaan
TRE ini, terapis harus benar-benar mengenal dirinya sendiri dengan baik,
sehingga ia bisa memisahkan falsafah hidupnya dan tindak memaksakan
keyakinannya pada klien. Disamping itu, terapis juga harus mengetahui timing
yang tepat untuk memberikan dorongan pada klien. Terapis harus menghindari
terjadinya indoktrinasi atas diri klien. Yang perlu dilakukan terapis hanyalah
menyampaikan kepada klien apa yang salah dan bagaimana klien harus mengubahnya
menjadi benar.
Sebagai
contoh, “orang depresi merasa sedih dan kesepian karena dia keliru berpikir
bahwa dirinya tidak pantas dan merasa tersingkir”. Padahal, penampilan orang
depresi sama saja dengan orang yang tidak mengalami depresi. Jadi, Tugas
seorang terapis bukanlah menyerang perasaan sedih dan kesepian yang dialami
orang depresi, melainkan menyerang keyakinan mereka yang negatif terhadap diri
sendiri.
Walaupun
tidak terlalu penting bagi seorang terapis mengetahui titik utama
keyakinan-keyakinan irasional tadi, namun dia harus mengerti bahwa keyakinan
tersebut adalah hasil “pengondisian filosofis”, yaitu kebiasaan-kebiasaan yang
muncul secara otomatis, persis seperti kebiasaan kita yang langsung mengangkat
dan menjawab telepon setelah mendengarnya berdering.
Ellis juga menambahkan bahwa secara
biologis manusia memang “diprogram” untuk selalu menanggapi
“pengondisian-pengondisian” semacam ini. Keyakinan-keyakinan irasional tadi
biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan absolut. Ada beberapa jenis “pikiran-pikiran
yang keliru” yang biasanya diterapkan orang, di antaranya:
1. Mengabaikan hal-hal yang positif,
2. Terpaku pada yang negatif,
3. Terlalu cepat menggeneralisasi.
1. Mengabaikan hal-hal yang positif,
2. Terpaku pada yang negatif,
3. Terlalu cepat menggeneralisasi.
Fungsi dan Peran Terapis
Aktifitas-aktifitas
therapeutic utama TRE dilaksanakan dengan satu maksud utama, yaitu : membantu
klien untuk membebaskan diri dari gagasan-gagasan yang tidak logis dan untuk
belajar gagasan-gagasan yang logis sebagai penggantinya. Sasarannya adalah menjadikan
klien menginternalisasi suatu filsafat hidup yang rasional sebagaimana dia
menginternalisasi keyakinan-keyakinan dagmatis yang rasional dan takhyul yang
berasal dari orang tuanya maupun dari kebudayaannya.
Untuk
mencapai tujuan tersebut di atas, terapis memiliki tugas-tugas yang spesifik
yaitu :
1.
Mengajak klien untuk berpikir tentang beberapa
gagasan dasar yang irasional yang telah memotivasi banyak gangguan tingkah
laku.
2.
Menantang klien untuk menguji
gagasan-gagasannya.
3.
Menunjukkan kepada klien ketidaklogisan
pemikirannya.
4.
Menggunakan suatu analisis logika untuk
meminimalkan keyakinan-keyakinan irasional klien.
5.
Menunjukkan bahwa keyakinan-keyakinan itu
tidak ada gunanya dan bagaimana keyakinan-keyakinan akan mengakibatkan
gangguan-gangguan emosional dan tingkah laku di masa depan.
6.
Menggunakan absurditas dan humor untuk
menghadapi irasionalitas pikiran klien
7.
Menerangkan bagaimana gagasan-gagasan yang
irasional bisa diganti dengan gagasan-gagasan yang rasional yang memiliki
landasan empiris, dan
8.
Mengajari klien bagaimana menerapkan
pendekatan ilmiah pada cara bepiki sehingga klien bisa mengamati dan
meminimalkan gagasan-gagasan iasional dan kesimpulan-kesimpulan yang tidak
logis sekaang maupun masa yang akan datang, yang telah mengekalkan cara-cara
merasa dan berperilaku yang merusak diri.
Hubungan antara Terapis dan Klien
Teapis berfungsi sebagai guu dan klien sebagai murid. Hubunagn pribadi antara terapis dan klien tidak esensial. Klien memperoleh pemahaman atas masalah dirinya dan kemudian harus secara aktif menjalankan pengubahan tingkah laku yang mengalahkan diri.
Teknik-Teknik dan Prosedur-Prosedur Utama
Terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal. Prosedur – prosedurnya difokuskan pada kekuatan-kekuatan dan potensi-potensi klien yang dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya mencapai keberhasilan dalam hidup. Dalam membantu klien untuk menciptakan identitas keberhasilan, teapis bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut :
·
Terlibat dalam permainan peran dengan klien.
·
Menggunakan humor.
·
Mengonfrontasikan klien dan menolak dalih
apapun.
·
Membantu klien dalam merumuskan
rencana-rencana yang sesifik bagi tindakan.
·
Bertindak sebagai model dan guru.
·
Memasang batas-batas dan menyusun situasi
terapi.
·
Menggunakan “terapi kejutan vebal” atau
sarkasme yang layak untuk mengkonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang
tidak realistis.
·
Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya
mencari kehidupan yang lebih efektif.
·
Manusia berfikir, berperasaan dan bertindak
secara serentak. Kaitan yang begitu erat menyebabkan jika salah satu saja
menerima gangguan maka yang lain akan terlibat sama. Jika salah satu diobati
sehingga sembuh, dengan sendirinya yang dua lagi akan turut terobati.
Atas
pandangan itu, walaupun TRE lebih menitikberatkan aspek kognitif dalam
perawatan, tetapi aspek tingkah laku dan emosi turut diberi perhatian. Oleh
sebab itulah dalam TRE, terdapat tiga teknik yang besar: Teknik-teknik
Kognitif; Teknik-teknik Emotif dan Teknik-teknik Behavioristik.
1. Teknik-Teknik Kognitif
Teknik-teknik kognitif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara berfikir klien. Dewa Ketutmenerangkan ada empat teknik besar dalam teknik-teknik kognitif :
a. Teknik Pengajaran – Dalam RET, konselor mengambil peranan lebih aktif dari pelajar. Teknik ini memberikan keleluasan kepada konselor untuk berbicara serta menunjukkan sesuatu kepada klien, terutama menunjukkan bagaimana ketidaklogikan berfikir itu secara langsung menimbulkan gangguan emosi kepada klien tersebut.
b. Teknik Persuasif – Meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya kerana pandangan yang ia kemukakan itu tidak benar. Konselor langsung mencoba meyakinkan, mengemukakan pelbagai argumentasi untuk menunjukkan apa yang dianggap oleh klien itu adalah tidak benar.
c. Teknik Konfrontasi – Konselor menyerang ketidaklogikan berfikir klien dan membawa klien ke arah berfikir yang lebih logik.
d. Teknik Pemberian Tugas – Konselor memberi tugas kepada klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata. Misalnya, menugaskan klien bergaul dengan anggota masyarakat kalau mereka merasa dipencilkan dari pergaulan atau membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan caranya berfikir.
Teknik-teknik kognitif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah cara berfikir klien. Dewa Ketutmenerangkan ada empat teknik besar dalam teknik-teknik kognitif :
a. Teknik Pengajaran – Dalam RET, konselor mengambil peranan lebih aktif dari pelajar. Teknik ini memberikan keleluasan kepada konselor untuk berbicara serta menunjukkan sesuatu kepada klien, terutama menunjukkan bagaimana ketidaklogikan berfikir itu secara langsung menimbulkan gangguan emosi kepada klien tersebut.
b. Teknik Persuasif – Meyakinkan klien untuk mengubah pandangannya kerana pandangan yang ia kemukakan itu tidak benar. Konselor langsung mencoba meyakinkan, mengemukakan pelbagai argumentasi untuk menunjukkan apa yang dianggap oleh klien itu adalah tidak benar.
c. Teknik Konfrontasi – Konselor menyerang ketidaklogikan berfikir klien dan membawa klien ke arah berfikir yang lebih logik.
d. Teknik Pemberian Tugas – Konselor memberi tugas kepada klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata. Misalnya, menugaskan klien bergaul dengan anggota masyarakat kalau mereka merasa dipencilkan dari pergaulan atau membaca buku untuk memperbaiki kekeliruan caranya berfikir.
2. Teknik-Teknik Emotif
Teknik-teknik emotif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah emosi klien. Antara teknik yang sering digunakan ialah:
a. Teknik Sosiodrama – Memberi peluang mengekspresikan pelbagai perasaan yang menekan klien itu melalui suasana yang didramatisasikan sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan atau melalui gerakan dramatis.
b. Teknik ‘Self Modelling’ – Digunakan dengan meminta klien berjanji dengan konselor untuk menghilangkan perasaan yang menimpanya. Dia diminta taat setia pada janjinya.
c. Teknik ‘Assertive Training’ – Digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien dengan pola perilaku tertentu yang diinginkannya.
Teknik-teknik emotif adalah teknik yang digunakan untuk mengubah emosi klien. Antara teknik yang sering digunakan ialah:
a. Teknik Sosiodrama – Memberi peluang mengekspresikan pelbagai perasaan yang menekan klien itu melalui suasana yang didramatisasikan sehingga klien dapat secara bebas mengungkapkan dirinya sendiri secara lisan, tulisan atau melalui gerakan dramatis.
b. Teknik ‘Self Modelling’ – Digunakan dengan meminta klien berjanji dengan konselor untuk menghilangkan perasaan yang menimpanya. Dia diminta taat setia pada janjinya.
c. Teknik ‘Assertive Training’ – Digunakan untuk melatih, mendorong dan membiasakan klien dengan pola perilaku tertentu yang diinginkannya.
3. Teknik-Teknik Behavioristik
Teknik ini khusus untuk mengubah tingkah laku pelajar yang tidak diingini. Antara teknik ini ialah:
a. Teknik Reinforcement – Mendorong klien ke arah perilaku yang diingini dengan jalan memberi pujian dan hukuman. Pujian pada perilaku yang betul dan hukuman pada perilaku negatif yang dikekalkan.
b. Teknik Social Modelling – Digunakan membentuk perilaku baru pada klien melalui peniruan, pemerhatian terhadap Model Hidup atau Model Simbolik dari segi percakapan dan interaksi serta pemecahan masalah.
Berdasarkan kepada penjelasan teknik di atas, dapat dilihat bahawa teknik terapi TRE ini bukan saja terbatas pada sisi konseling, tetapi juga berlaku di luar sesi konseling.
Teknik ini khusus untuk mengubah tingkah laku pelajar yang tidak diingini. Antara teknik ini ialah:
a. Teknik Reinforcement – Mendorong klien ke arah perilaku yang diingini dengan jalan memberi pujian dan hukuman. Pujian pada perilaku yang betul dan hukuman pada perilaku negatif yang dikekalkan.
b. Teknik Social Modelling – Digunakan membentuk perilaku baru pada klien melalui peniruan, pemerhatian terhadap Model Hidup atau Model Simbolik dari segi percakapan dan interaksi serta pemecahan masalah.
Berdasarkan kepada penjelasan teknik di atas, dapat dilihat bahawa teknik terapi TRE ini bukan saja terbatas pada sisi konseling, tetapi juga berlaku di luar sesi konseling.
Kebaikan
1. Pendekatan ini cepat sampai kepada masalah yang dihadapi oleh klien. Dengan itu perawatan juga dapat dilakukan dengan cepat.
2. Kaedah pemikiran logik yang diajarkan kepada klien dapat digunakan dalam menghadapi gejala yang lain.
3. Klien merasakan diri mereka mempunyai keupayaan intelektual dan kemajuan dari cara berfikir.
1. Pendekatan ini cepat sampai kepada masalah yang dihadapi oleh klien. Dengan itu perawatan juga dapat dilakukan dengan cepat.
2. Kaedah pemikiran logik yang diajarkan kepada klien dapat digunakan dalam menghadapi gejala yang lain.
3. Klien merasakan diri mereka mempunyai keupayaan intelektual dan kemajuan dari cara berfikir.
Kelemahan
1. Ada klien yang boleh ditolong melalui analisa logik dan falsafah, tetapi ada pula yang tidak begitu geliga otaknya untuk dibantu dengan cara yang sedemikian yang berasaskan kepada logika.
2. Ada setengah klien yang begitu terpisah dari realiti sehingga usaha untuk membawanya ke alam nyata sukar sekali dicapai.
3. Ada juga klien yang terlalu berprasangka terhadap logik, sehingga sukar untuk mereka menerima analisa logik.
4. Ada juga setengah klien yang memang suka mengalami gangguan emosi dan bergantung kepadanya di dalam hidupnya, dan tidak mahu membuat apa-apa perubahan lagi dalam hidup mereka.
1. Ada klien yang boleh ditolong melalui analisa logik dan falsafah, tetapi ada pula yang tidak begitu geliga otaknya untuk dibantu dengan cara yang sedemikian yang berasaskan kepada logika.
2. Ada setengah klien yang begitu terpisah dari realiti sehingga usaha untuk membawanya ke alam nyata sukar sekali dicapai.
3. Ada juga klien yang terlalu berprasangka terhadap logik, sehingga sukar untuk mereka menerima analisa logik.
4. Ada juga setengah klien yang memang suka mengalami gangguan emosi dan bergantung kepadanya di dalam hidupnya, dan tidak mahu membuat apa-apa perubahan lagi dalam hidup mereka.
Langkah-Langkah Terapi Rasional Emotif
1) Langkah pertama
Konselor berusaha menunjukkan bahwa cara berfikir klien harus logis kemudian membantu bagaimana dan mengapa klien sampai pada cara seperti itu, menunjukkan pola hubungan antara pikiran logis dan perasaan yang tidak bahagia atau dengan gangguan emosi yang di alami nya.
2) Langkah kedua
Menunjukkan kepada klien bahwa ia mampu mempertahankan perilakunya maka akan terganggu dan cara pikirnya yang tidak logis inilah yang menyebabkan masih adanya gangguan sebagaimana yang di rasakan.
3) Langkah ketiga
Bertujuan mengubah cara berfikir klien dengan membuang cara berfikir yang tidak logis
4) Langkah keempat
Dalam hal ini konselor menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata.
Ciri-Ciri Terapi Rasional Emotif
Ciri-ciri terapi rasional emotif dapat di uraikan sebagai berikut:
1) Langkah pertama
Konselor berusaha menunjukkan bahwa cara berfikir klien harus logis kemudian membantu bagaimana dan mengapa klien sampai pada cara seperti itu, menunjukkan pola hubungan antara pikiran logis dan perasaan yang tidak bahagia atau dengan gangguan emosi yang di alami nya.
2) Langkah kedua
Menunjukkan kepada klien bahwa ia mampu mempertahankan perilakunya maka akan terganggu dan cara pikirnya yang tidak logis inilah yang menyebabkan masih adanya gangguan sebagaimana yang di rasakan.
3) Langkah ketiga
Bertujuan mengubah cara berfikir klien dengan membuang cara berfikir yang tidak logis
4) Langkah keempat
Dalam hal ini konselor menugaskan klien untuk mencoba melakukan tindakan tertentu dalam situasi nyata.
Ciri-Ciri Terapi Rasional Emotif
Ciri-ciri terapi rasional emotif dapat di uraikan sebagai berikut:
1) Dalam
menelusuri masalah klien yang di bantu nya, konselor berperan lebih aktif di
bandingkan klien. Maksudnya adalah bahwasannya peran konselor disini harus
bersikap efektif dan memiliki kapasitas untuk memecahkan masalah yang di hadapi
klien dan bersungguh-sungguh dalam mengatasi masalah yang di hadapi artinya
konselor harus melibatkan diri dan berusaha menolong kliennya supaya dapat
berkembang sesuai dengan keinginan dan di sesuaikan dengan potensi yang di
miliki nya.
2) Dalam proses hubungan konseling harus tetap di ciptakan dan di pelihara hubungan baik dengan klien.
Dengan sikap yang ramah dan hangat dari konselor akan mempunyai pengaruh yang penting demi suksesnya proses konseling sehingga dengan terciptanya proses yang akrab dan rasa nyaman ketika berhadapan dengan klien.
3) Tercipta dan terpeliharanya hubungan baik ini di pergunakan oleh konselor untuk membantu klien mengubah Cara berfikirnya yang tidak rasional menjadi rasional.
4) Dalam proses hubungan konseling, konselor tidak banyak menelusuri masa lampau klien.
5) Diagnosis (rumusan masalah) yang di lakukan dalam konseling rasional emotif bertujuan untuk membuka ketidak logisan cara berfikir klien.
Dengan melihat permasalahan yang di hadapi klien dan faktor penyebabnya, yakni menyangkut cara pikir klien yang tidak rasional dalam menghadapi masalah, yang pada intinya menunjukkan bahwa cara berpikir yang tidak logis itu sebenarnya menjadi penyebab gangguan emosionalnya
2) Dalam proses hubungan konseling harus tetap di ciptakan dan di pelihara hubungan baik dengan klien.
Dengan sikap yang ramah dan hangat dari konselor akan mempunyai pengaruh yang penting demi suksesnya proses konseling sehingga dengan terciptanya proses yang akrab dan rasa nyaman ketika berhadapan dengan klien.
3) Tercipta dan terpeliharanya hubungan baik ini di pergunakan oleh konselor untuk membantu klien mengubah Cara berfikirnya yang tidak rasional menjadi rasional.
4) Dalam proses hubungan konseling, konselor tidak banyak menelusuri masa lampau klien.
5) Diagnosis (rumusan masalah) yang di lakukan dalam konseling rasional emotif bertujuan untuk membuka ketidak logisan cara berfikir klien.
Dengan melihat permasalahan yang di hadapi klien dan faktor penyebabnya, yakni menyangkut cara pikir klien yang tidak rasional dalam menghadapi masalah, yang pada intinya menunjukkan bahwa cara berpikir yang tidak logis itu sebenarnya menjadi penyebab gangguan emosionalnya
A. Sejarah Perkembangan Terapi Perilaku
Pendekatan terapi perilaku (behavior therapy) berfokus pada hukum pembelajaran. Bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh proses belajar sepanjang hidup. Tokoh yang melahirkan behavior therapy adalah Ivan Pavlov yang menemukan classical conditioning atau associative learning. Tokoh lain dalam pendekatan Behavior Therapy adalah E.L. Thorndike yang mengemukakan konsep operant conditioning, yaitu konsep bahwa seseorang melakukan sesuatu karena berharap hadiah dan menghindari hukuman.
Watson dkk selama 1920 melakukan pengkondisian (conditioning) dan pelepasan kondisi (deconditioning) pada rasa takut, merupakan cikal bakal terapi perilaku formal.
Terapi perilaku pertama kali ditemukan pada tahun 1953 dalam proyek penelitian oleh BF Skinner, Ogden Lindsley, dan Harry C. Salomo. Selain itu termasuk juga Wolpe Yusuf dan Hans Eysenck. Secara umum, terapi perilaku berasal dari tiga Negara, yaitu Afrika Selatan (Wolpe), Amerika Serikat (Skinner), dan Inggris (Rachman dan Eysenck) yang masing-masing memiliki pendekatan berbeda dalam melihat masalah perilaku. Eysenck memandang masalah perilaku sebagai interaksi antara karakteristik kepribadian, lingkungan, dan perilaku.
Skinner dkk. di Amerika Serikat menekankan pada operant conditioning yang menciptakan sebuah pendekatan fungsional untuk penilaian dan intervensi berfokus pada pengelolaan kontingensi seperti ekonomi dan aktivasi perilaku.
Ogden Lindsley merumuskan precision teaching, yang mengembangkan program grafik (bagan celeration) standar untuk memantau kemajuan klien. Skinner secara pribadi lebih tertarik pada program-program untuk meningkatkan pembelajaran pada mereka dengan atau tanpa cacat dan bekerja dengan Fred S. Keller untuk mengembangkan programmed instruction. Program ini dicoba ke dalam pusat rehabilitasi Aphasia dan berhasil. Gerald Patterson menggunakan program yang sama untuk mengembangkan teks untuk mengasuh anak-anak dengan masalah perilaku.
B. Teori, Konsep Dasar dan Tujuan Terapi Perilaku
Sebagai salah satu teknik psikoterapi, terapi perilaku realtif masih sangat muda,baru dipergunakan sejak 30 tahun yang lalu. Dalam kaitan dengan pengubahan perilaku (behavior modification), terdapat dua pendapat mengenai terapi perilaku. di dalamperkembangannya, terapi perilaku sebagai metode yang dipakai untuk mengubah perilakuatau arti umumnya sebagai salah satu teknik psikoterapi, menurut corey (1991) terdiri dari tiga tahap :
1. Tahap pertama adalah tahap kondisioning klasik pada mana perilaku yang baru,dihasilkan dari individu secara pasif. Tokoh-tokoh pada kelompok ini ialah : Skinner (Science and Human Behavior); A. Lazarus (Behavior Therapy and Beyond) danEysenck (Behavior Therapy and The Neurosis).
2. Tahap kedua adalah tahap kondisioning aktif [operant], dimana perubahan-perubahandi lingkungan yang terjadi akibat sesuatu perilaku, bisa berfungsi sebagai penguat-ulang [reinforcer] agar sesuatu perilaku bisa terus diperlihatkan, sehinggakemungkinan perilaku tersebut akan diperlihatkan terus dan semakin diperkuat.Tokoh utama pada tahap kedua ini adalah Skinner.
3. Tahap ketiga adalah tahap kognitif. Sebagaimana diketahui bahwa munculnya terapiperilaku dengan cirri-ciri khas yang bertentangan dengan pendekatan psikoanalisis,psikodinamik, mengesampingkan konsep berfikir, konsep sikap dan konsep nilai.
Menurut Masters, et al (1987) ada beberapa paham dasar pada terapi perilaku, yakni :
a. Dihubungkan dengan psikoterapi, terapi perilaku secara relative lebih memusatkanpada perilaku itu sendiri dan kurang memperhatikan factor penyebab yangmendasarinya. Khususnya psikoanalisi yang bertumpu pada keyakinan bahwa gejalayang muncul atau terlihat harus dihilangkan dengan menghilangkan sumberpenyebabnya, akarnya.
b. Perilaku manusia dalam batas tertentu diperoleh melalui proses belajar, sama halnyadengan setiap perilaku lain. Pada terapi perilaku, memperhatikan secara khusus,bagaimana lingkungan mempengaruhi perilaku, antara lain dilihat dari sudut teori danproses belajar.
c. Dasar-dasar psikologi, khususnya dasar teori dan proses belajar, dapat dipergunakansecara sangat efektif dalam mengubah perilaku malasuai. Namun tidak berarti bahwasemua perilaku malasuai bisa diubah dengan dasar pendekatan bhavioristik karenafactor biologic masih tetap dianggap.
d. Terapi perilaku menentukan dan merumuskan tujuan khusus terapi. Meskipun tidak mengubah kepribadian secara keseluruhan, tetapi dengan menghilangkan respon-respon yang malasuai(sebagai sumberny)], diharapkan akan mempengaruhipeibadinya sebgai keseluruhan (sstotalitas).
e. Terapi perilaku menolak teori klasik mengenai aspek dasar kepribadian (trait theory). Sebagaimana diketahui bahwa aspek dasar kepribadian adalah predisposisi untuk melakukan sesutau perilaku secara sama pada macam-macam situasi. Ada pengaruhdari situasi sebgai sumber perangsangan (stimulus) yang mempengaruhi jawabansecara berbeda pula.
f. Terapis perilaku menyesuaikan metode terapinya dengan masalah yang ada padaklien.dalam terapi perilaku tidak lagi berlaku konsep metode tunggal dalammenghadapi persoalan yang dialami pasien.sebaliknya prosedur pelaksanaan terapiperlu disesuaikan dengan persoalan yang ada dan kondisi khusus pribadinya.
g. Terapi perilaku memusatkan pada keadaan sekarang.dari sudut pendekatanpsikodinamok yang menitik beratkan terjadinya pemahaman terhadap kejadian-kejadian yang sudah lewat diyakininya akan mempunyai efek terapeutik.
h. Terapis perilaku menilai hasil-hasil yang diperoleh secara empirik,merupakandukungan yang besar dalam mempergunakan macam-macam teknik.meskipun hasilobjektif melalui penelitian-penelitian,namun ada tingkatan-tingkatan misalnya:padakemantapan metodologi yang dipakai,sehingga kuantifikasi saja,tidak selalumenjamin akan adanya metodologi yang mantap yang menghasilkan sesuatu hasil penelitian.
Terapi perilaku bertujuan untuk mengubah perilaku manusia yang bisa diamati dan bisa diukur. Perubahan-perubahan itu dipilih oleh terapis bersama dengan kliennya. Karena pendekatan ini bertujuan melihat perubahan perilaku, beberapa problem lebih cocok dilakukan terapi perilaku daripada terapi lainnya. Terapis bersikap direktif, memberi petunjuk yang jelas tentang yang harus dilakukan agar bias menghasilkan perubahan.
Terapi perilaku berpandangan bahwa semua perilaku, baik berguna ataupun tidak, normal atau abnormal, dipelajari melalui pengkondisian operan atau klasik. Gejala-gejalanya dilihat sebagai perilaku yang tak diinginkan. Tujuan umum terapi perilaku adalah menghasilkan perubahan perilaku realistis yang diinginkan melalui pendekatan yang terencana dan konsisten. Terapi perilaku berasumsi bahwa emosi dan pikiran yang berubah akan otomatis mengikuti perilaku yang berubah. Ketika kecemasan dan ketakutan terjadi, tujuannya bukanlah menghilangkan perasaan itu sepenuhnya dari seseorang (tujuan yang tidak mungkin berhasil), namun membuat perasaan itu ke suatu titik yang bisa dipersepsikan dan dikelola daripada disingkirkan sama sekali.
Perkakas utama terapi perilaku adalah terapi paparan dan keterampilan dan pelatihan pengendalian diri yang masing-masing konsisten dengan prinsip-prinsip pengkondisian klasik dan pengkondisian operan. Seseorang dengan problem tertentu biasanya akan dikaji dan dirujuk untuk terapi perilaku jika sesuai. Jika orang itu dan problemnya sesuai untuk dilakukan terapi perilaku, asesmen perilaku penuh untuk problem itu akan dilakukan. Hal itu juga dikenal sebagai analisis perilaku.
Inti dari pendekatan terapi perilaku adalah manusia bertindak secara otomatis karena membentuk asosiasi (hubungan sebab-akibat atau aksi-reaksi). Misalnya pada kasus fobia ular, penderita fobia mengasosiasikan ular sebagai sumber kecemasan dan ketakutan karena waktu kecil dia penah melihat orang yang ketakutan terhadap ular. Dalam hal ini, penderita telah belajar bahwa "ketika saya melihat ular maka respon saya adalah perilaku ketakutan".
C. Langkah-langkah Terapi Perilaku
1. Asesmen
Seseorang dengan problem tertentu biasanya akan dikaji dan dirujuk untuk terapi perilaku jika sesuai (lihat bagian Klien mana yang paling mendapatkan manfaat). Jika orang itu dan problemnya sesuai untuk dilakukan terapi perilaku, asesmen perilaku penuh untuk problem itu akan dilakukan (Analisis Perilaku). Terapis menggunakan pendekatan direktif dan berorientasi masalah, mengajukan pertanyaan langsung kepada klien tentang masalahnya. Cara yang lebih ilmiah untuk mengkaji dan mengevaluasi lingkup problem adalah dengan menggunakan kuesioner.
2. Proses Terapi
Begitu problem target telah dikaji penuh, terapeutik dimulai. Kemajuan dalam terapi dicapai dengan menjelaskan secara gamblang kepada klien tentang apa saja yang dilakukan dalam terapi, bagaimana prosesnya berjalan, apa yang diharapkan dari klien dan bagian yang diperankannya dalam kemajuannya sendiri. Kesulitan yang diantisipasinya akan dibahas secara terbuka dan dihasilkan solusinya.
3. Terapi Paparan
Prinsip paparan selalu sama (seseorang yang takut anjing, justru akan dipapar anjing). Dengan paparan terus-menerus pada objek atau situasi yang ditakuti, awalnya kecemasan akan muncul, namun akhirnya memudar pada level yang bisa ditoleransi. Paparan dilakukan dengan cara yang terstruktur dan bisa dikelola, selalu dengan pemahaman dan persetujuan klien, namun juga dengan pemberian rasionalisasi yang jelas.
a. Flooding, seseorang dipapar pada situasi yang paling ditakuti untuk periode yang lama, tetap dalam situasi itu hingga ketakutannya mereda.
b. Implosi (Implosion), seseorang dipapar pada situasi yang paling ditakuti namun hanya dalam imajinasi
4. Pelatihan Keterampilan
Pelatihan keterampilan dilakukan setahap demi setahap. Bidang-bidang umum yang ditangani terapis adalah pelatihan keterampilan asertif, pelatihan keterampilan social, dan pelatihan keterampilan seksual. Dalam pemodelan terapis mendemonstrasikan perilaku yang sesuai, komponen demi komponen, dan mendorong klien mengikuti contoh, memberi masukan dan pujian jika berkinerja bagus.
5. Pelatihan Pengendalian Diri
Pelatihan pengendalian diri bertujuan membantu klien mengendalikan perilaku dan perasannya. Bentuk monitor diri (menyimpan catatan harian tentang perilaku bermasalah dan keadaan ketika itu terjadi) banyak digunakan dalam terapi perilaku, sehingga klien bisa mengidentifikasi petunjuk spesifik yang memicu perilaku bermasalahnya dan didorong untuk berlatih mengendalikan diri ketika perilaku itu muncul. Klien didorong untuk menghargai dirinya dengan berbagai cara jika ia bisa mengendalikan diri, maka disebut penguatan.
6. Format Sesi Khas
Sesi asesmen utama berbeda dengan sesi yang sedang berjalan karena dirancang untuk menemukan banyak informasi tentang klien dan masalahnya. Sesi-sesi berikutnya pada tahap tertentu akan ditentukan oleh sifat dasar permasalahan tertentu klien, namun akan mengikuti rencana umum. Terapis menyambut klien dan menegosiasikan agenda untuk sesi-sesi terapi.
D. Aplikasi dalam Pendidikan (Contoh Kasus)
Pendekatan behavioral dapat diaplikasikan menuju proses pembelajaran. Hal yang tampak terlihat diantaranya sebagai berikut :
a. Bahan yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis.
b. Hasil berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika benar diperkuat.
c. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
d. Materi pelajaran digunakan sistem modul.
e. Tes lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
f. Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
g. Dalam proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
h. Dalam pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari pelanggaran agar tidak menghukum.
i. Tingkah laku yang diinginkan pendidik diberi hadiah.
j. Hadiah diberikan kadang-kadang (jika perlu).
k. Tingkah laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat mencapai tujuan.
l. Dalam pembelajaran sebaiknya digunakan shaping.
m. Mementingkan kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan.
n. Dalam belajar mengajar menggunakan teaching machine.
o. Melaksanakan mastery learning yaitu mempelajari bahan secara tuntas menurut waktunya masing-masing karena tiap anak berbeda-beda iramanya. Sehingga naik atau tamat sekolah dalam waktu yang berbeda-beda. Tugas guru berat, administrasi kompleks.
Daftar Pustaka :
Berne, Eric (1964). Games People
Play – The Basic Hand Book of Transactional Analysis. New York: Ballantine
Books.
Abubakar Baraja, 2004. Psikologi Konseling dan Tehnik
Konseling. Jakarta : Penerbit Studio Press.
Kompasiana. Ketergantungan dan Penyalahgunaan Alkohol. (diakses 13/07/2015)http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2014/01/07/ketergantungan-dan-penyalahgunaan-alkohol-622963.html
Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: KANISIUS
Suharto, E. (2007). Pekerjaan Sosial di Dunia Industri – CSR. Bandung: Refika Aditama
Corey, Gerald. 1999. Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi. Bandung: Refika Aditama.
Gunarsa, Singgih D.2000. Konseling Dan Psikoterapi. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Latipun .2001. Psikologi Konseling. Cet III . Malang: UMM Press
Sukardi, Dewa Ketut. 2000. Pengantar Pelaksanaan Progam Bimbingan Dan Konseling di Sekolah. Jakarta:Rineka Cipta
Palmer, S. 2010. Konseling dan Psikoterapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
No comments:
Post a Comment